Tuesday 26 March 2013

Cara Mencintai Allah SWT


Cara Mencintai Allah SWT


Bismillahirrahmanirrahim.


Kata cinta bisa diartikan berbeda-beda, tergantung kepada ‘sang’ objek cinta. Defenisi cinta secara umum ialah suatu bentuk perwujudan kasih sayang yang tulus kepada sesuatu hal. Sifat alami cinta ialah selalu cenderung menyenangi apa yang dicintai. Cinta selalu ingin memiliki dan tidak ingin terpisah. Cinta selalu dihayati dan diliputi rasa ikhlas mencintai. Cinta memendam rasa rindu yang sangat dalam. Cinta bisa menjadikan budak menjadi raja, dan raja menjadi budak. Cinta memiliki gejala-gejala yang terkadang mudah dan terkadang sulit dideteksi!

Devenisi cinta tersebut dapat diaplikasikan kepada semua ‘jenis’ cinta. Misalnya cinta kita kepada lawan jenis, cinta kepada orang tua, cinta kepada saudara/teman, dan yang paling utama ialah cinta kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Itulah cinta yang suci dan hakiki.

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. (QS. Al Baqarah [2]: 165)


”Katakanlah jika kamu benar mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah ta’atilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya Allah tidak mencintai orang kafir.” (QS. Ali Imran [3]: 31-32)

Anas bin Malik meriwayatkan sebuah hadits;


”Seorang lelaki yang berasal dari pedalaman bertanya kepada Rasulullah. Bilakah berlaku kiamat? Rasulullah bersabda: ‘Apakah persediaan kamu untuk menghadapinya?’ Lelaki itu menjawab: ‘Cinta kepada Allah dan Rasul-nya.’ Rasulullah SAW menjawab: ‘kamu akan tetap bersama orang-orang yang kamu cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dapat kita ambil suatu ibrah bahwa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan cinta yang kekal dan suci, serta berorientasi pada kehidupan yang sebenarnya yaitu kampung akhirat! Dan orang yang saling mencintai karena Allah pun akan tetap bercinta hingga kehidupan yang kekal tesebut.

Timbul pertanyaan dalam hati kita. Apakah cinta kita kepada Allah sama dengan cinta kita kepada manusia? Lalu, bagaimana cara mencintai Allah?

Bila kita mencintai makhluk/manusia, misalnya orang tua, seorang teman, bahkan hewan, maka secara langsung cinta kita tersebut akan segera direnspons secara baik. Hal ini bisa mereka diwujudkan dengan sifat-sifat meteril maupun nonmateril. Akan timbul rasa peduli dan kasih mengasihi serta saling menyayangi antara dua belah pihak. Dalam hal ini disebut ‘saling mencintai’. Begitu juga bila kita cinta kita terhadap lawan jenis (suami/istri yang sah). Bagaimana mungkin kita bisa hidup berdampingan tanpa ada landasan cinta yang begitu kuat? Kita pun terlahir karena cinta kedua orang tua kita bukan?

Bila kita sudah memahami ‘kisah-kisah percintaan’ di atas. Mari kita sedikit merenung dan berfikir. Bayangkan apa yang terjadi jika kita bisa mencintai dan dicintai oleh sesuatu yang menguasai jagat alam raya beserta segala isinya ini? Ialah Zat Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, termasuk mengusai seluruh manusia yang kita cintai! Siapakah Dia? Dialah Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa. Yang Maha Luas Kekuasaa-Nya.

Menarik bila perhatikan lagi sebuah analogi sederhana. Sebuah kisah Cinderella. Kita ingat betapa beruntungnya Cinderella ketika berhasil dicintai oleh seorang pangeran. Cinderella sangat tulus mencintai sang Pangeran tanpa ada keinginan untuk menguasai harta dan apa yang dimiliki pangeran. Finally, Ciderella akhirnya menikah, dan tentu saja segala kenikmatan lain –harta, jabatan, kekuasaan– ia miliki dari sang Pangeran. Sekali lagi, bayangkan bila kita berhasil ‘merebut’ cinta Allah, yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala sesuatu? Lalu, bagaimana cara mencintai Allah? Bagaimana meraih cinta Allah?

Diantaranya yaitu;

Pelajari dan hayati sifat-sifat Allah Swt

Layaknya jika kita ingin mengenal dan memahami seseorang –-apalagi untuk dinikahi– kita mesti tahu bagaimana sifat-sifat ‘orang’ tersebut. Hal ini dikenal dengan proses taa’ruf (perkenalan). Dari proses ini, nantinya kita akan menemukan sisi positif dan negatif dari pribadi seseorang itu. Sisi positif darinya tentu akan kita terima, sedangkan sisi negatif akan kita pahami. Barulah kita bisa memahami dan berusaha mencintai si dia. Begitu juga Allah Swt, kita harus memahami semua sifat-sifat-Nya, terutama melalui Asmaulhusna. Bedanya, niscaya kita tidak akan menemukan sisi negatif dari Allah! Ialah Zat yang Maha Sempurna lagi Maha Menyayangi hamba-hambaNya. Kita tinggal memahami betapa ‘positif’-nya Allah!

Jagalah fitrah kita sebagai manusia

Semua manusia terlahir suci dan tidak ada dosa, baik yang terlahir islam maupun non-islam. Manusia diberi kekutan untuk cenderung mengingat Tuhan dan Allah telah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada setiap anak Adam yang lahir. Allah berfirman;


”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian atas jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS. Al A’raf [7]: 172)


”Kemudian, dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)-nya ruh (ciptaan)-Nya, dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, tetapi kamu sedikit sekali bersyukur .” (QS. As Sajadah [32]: 9)

Saat usia bertambah, maka segala kesibukan dunia kadang telah membuat manusia lupa akan cinta kasih-Nya. Hati yang semula bersih dan suci lama-kelamaan ternodai oleh dosa-dosa yang diperbuat. Betapa banyak kita saksikan orang-orang yang tersesat dan kehilangan Rabb-nya, sehingga senantiasa hati mereka gelisah dan gundah gulana. Hatinya selalu cenderung mengikuti jalan-jalan yang diajarkan syetan sebagai pelepasan jiwa yang kosong. Adapun mereka yang mencintai dan dicintai Allah, akan merasa tenang dan tentram menjalani kehidupan. Allah Swt berfirman:


”Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah . Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d [13]: 28)


Menjaga kebersihan hati

Hati yang bersih adalah kunci segala sesuatu. Amal kebaikan berawal dari hati yang bersih dan niat yang ikhlas. Jangankan untuk dicintai Allah, melihat –-maksudnya dengan pandangan rahmat-Nya– saja Allah akan enggan kepada orang-orang yang kotor hatinya. Hendaknya kita selalu beristighfar untuk menjaga kesucian hati dari dosa-dosa.


“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad dan rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian (niat dan keikhlasan) ” (HR. Muslim)

Hati adalah penentu! Jika hati baik, insya Allah semuanya juga akan baik. Pada hati yang bersih, ilmu senantiasa mudah diterima. Sementara itu, ilmu merupakan bahan dasar untuk bertafakkur. Tafakur yang berkualitas berbekal dari ilmu yang cukup. Agama islam pun dipejari dengan ilmu. Sahabatku, Allah dicintai dengan ilmu!

”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang berilmu beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah [58]: 11)


Senantiasa taat kepada-Nya

Alam semesta diciptakan oleh hukum-Nya yang disebut sunnatullah, sehingga terwujudlah keseimbangan di jagat yang luas ini. Maha Besar Allah memelihara semuanya. Semua berjalan sesuai fungsi dan tugasnya masing-masing. Bumi mengorbit hanya melalui lintasannya. Begitu pula planet-planet dan benda-benda luar angkasa lainnya. Semuanya patuh dan tunduk kepada Allah, sehingga terwujudlah suatu keseimbangan yang kokoh dan solid. Bayangkan jika bumi membangkang sedikit saja dengan mencoba ‘sedikit’ mendekati matahari. Tentu semua manusia akan kepanasan dan kepayahan. Alangkah mudah bagi Allah untuk melakukan itu, bahkan untuk menghancurkan alam semesta ini. Kun Fayakun, maka terjadilah semuanya. Tapi, Allah Swt Maha Pengasih dan Penyayang pada makhluk-makhlukNya! Ia jaga keseimbangan alam ini sebaik-baiknya.

Sahabatku, begitu pula pada diri manusia. Allah telah menetapkan hukum-hukum untuk kebaikan dan keseimbangan pada diri manusia itu sendiri layaknya sunnatullah yang berlaku pada alam semesta. Subhanallah… Apa hukum itu? Semuanya terangkum lengkap dan rapi dalam agama ISLAM yang dibawa Nabi kita yang mulia, Muhammad SAW. Apakah sekarang kita masih ragu akan cinta Allah sehingga kita lalai menjalankan segala syari’at-Nya? Padahal semua itu untuk kebaikan kita juga? Sahabatku, marilah kita sedikit bertafakkur dan memuhasabah diri. Allah berfirman:

”Barang siapa berbuat baik, maka adalah untuk kebaikan dirnya sendiri, dan barangsiapa berbuat jahat, maka adalah untuk kecelakaan dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al Jatsiah [45]: 15)

”…dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya .”

(QS. Al Fussilat [41]: 46)

”Barangsiapa berbuat dosa, maka seungguhnya ia mengerjakan untuk (kemudharatannya) dirinya sendiri.” (QS. An Nisa’ [4]: 111)

Tidak cukup hanya untuk memuliakan dan menjaga keseimbangan pada diri menusia, Allah juga menjanjikan surga bagi mereka yang senantiasa ta’at dan patuh akan aturanNya. Allah berfirman:


”Barangsiapa ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan barangsiapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih.”

(QS. Al Fath [48]: 17)

Saudaraku, tahukah bagaimana wujud surga itu? Pernahkah terbesit dalam pikiran kita bagaimana surga itu? Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa surga luasnya seluas langit dan bumi serta mempunyai kelas-kelas atau tingkatan-tingkatan, tergantung penghuninya. Tahukah kita luas langit dan bumi itu? Sampai sekarang, para ilmuan belum bisa menjelaskan betapa luasnya jagat alam raya ini!

Dan bagaimana dengan ‘keadaan’ di dalam surga-surga’ itu? Dalam hadits diriwayatkan bahwa surga yang menempati tingkat paling bawah sebanding dengan sepuluh kali lipat apa yang yang dimiliki raja-raja dari kerajaan-kerajaan mereka di bumi! Kelak di hari kiamat, seorang hamba yang terakhir masuk surga akan dimasukkan ke dalam surga ‘jenis’ ini. Allah Swt bertanya; “Relakah kau memiliki apa yang dimiliki para raja di bumi? Ia menjawab; “Tentulah Tuhanku!”. Maka orang tersebut menerima ‘surganya’. Kemudian Allah Swt bertanya kembali; “Relakah engkau memiliki dua kali lipatnya?” Hamba itu mengatakan: “Tentulah Tuhanku”. Kemudian Allah melipatgandakan surga itu menjadi dua. Singkat cerita, Allah menanyakan apakah ia rela memiliki empat kali lipatnya. Hamba itu berkata; Cukuplah sudah Tuhanku! Ini cukup bagiku”. Lalu Allah dengan kasih sayang-Nya melipatgandakan surga itu menjadi sepuluh kali lipat!

Keta’atan akan membawa manusia mencapai derajat yang paling tinggi di sisi-Nya dan selalu dicintai-Nya, yaitu derajat Taqwa. Allah tidak memandang seseorang dari fisik dan rupanya, melainkan tingkat keimanan dan ketaqwaannya. Orang yang bertaqwa kelak di surga kan tinggal bersama orang-orang yang dicintai Allah lainnya seperti para Nabi dan Rasul, Sahabat, para syuhada’ dan orang shaleh lainnya. Merekalah orang-orang yang mulia.

”Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat [49]: 13)


Jalankan semua ibadah dengan kusyu’ dan ikhlas

Ridho Allah banyak terletak pada ibadah-ibadah yang kita lakukan, apapun jenis dan macam ibadah itu! Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah serta untuk kebaikan diri kita sendiri. Betapa banyak penelitian tentang manfaat ibadah-ibadah yang kita lakukan. Misalnya menurut para pakar ahli kesehatan, shalat adalah yoga yang sangat sempurna! Setiap gerakan shalat adalah manfaat bagi tubuh dan jiwa. (Semua ini mungkin akan lebih rinci pada buku-buku yang spesifik mengkaji masalah ini-pen). Puasa yang kita lakukan ternyata baik untuk kesehatan. Misalnya untuk kesehatan sistem pencernaan, puasa untuk kecantikan (puasa memperbaiki sistem penuaan sel/metabolisme), diet sehat, dll (Semua ini mungkin akan lebih rinci pada buku-buku yang spesifik mengkaji masalah ini-pen). Demikian juga ibadah wajib dan sunnah lainnya. Masih banyak rahasia-rahasia kebaikan ibadah yang belum terungkap! Intinya semua ibadah merupakan bukti cinta Allah kepada kita. Bayangkan bila tidak ada ibadah-ibadah tersebut? Manusia akan jauh dari sistem yang berkibat fatal akan kelangsungan umat manusia! Subhanallah… Kita jadi heran, mengapa masih ada orang yang enggan beribadah bahkan membenci ibadah?! Merekalah orang-orang yang merugi dan lalai. Dalam Al Qur’an telah dijelaskan:

”Demi massa. Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali, orang-orang yang beriman dan beramal saleh (mengerjakan kebajikan) serta saling menasehati untuk menaati kebenaran dan saling menasehati agar menetapi kesabaran. ”

(QS. Al ‘Ashr [103]: 1-3)

Berikut beberapa contoh ibadah yang dapat mengundang cinta Allah misalnya; Qiammulail (shalat tahajjud), shaum (puasa wajib dan sunnah), zikrullah, –selalu—memelihara wudhu untuk menjaga kesucian, sikap ikhlas dan istiqomah dalam kebaikan (walau itu kecil), bergaul dengan orang-orang shaleh dll.

Mengenai Qiammulail/ shalat tahajjud;

“Hendaklah kalian mengejakan qiammulail, karena qiyamulail itu kebiasaan orang-oang shaleh sebelum kalian, qiyamulali itu mendekatkan diri kepadaAllah, mencegah dari dosa, menghapus kesalahan-kesalahan, dan mengusir penyakit dari tubuh.”

(HR. Tirmizi dan Al Hakim)

Mengenai Zikrullah;

Dari Abu Hurairah Ra., dia berkata : “Rasulullah SAW pernah bersabda: dua kalimat yang ringan dalam lisan, tapi berat dalam mizan dan disukai oleh Ar Rahman adalah Subhanallahi wabihamdih (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) dan Subhanallahl’ azhiim (Maha Suci Allah lagi Maha Agung).”

(HR. Bukhari, Tirmizi, Ibn Majah, dan Ahmad)


Mengenai bergaul dengan orang-orang kafir;

“Katakanlah taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya Allah tidak mencintai orang kafir.” (QS. Ali Imran [3]: 31-32)

Baca, pelajari, renungkan, dan amalkan al Quran dan Sunnah

Khutbah terakhir Nabi Saw sebelum beliau wafat diantara menegaskan kepada umatnya agar selalu berpedoman pada dua hal yaitu Al Quran dan Hadist agar selalu berjalan di atas rel-Nya. Al Quran dan sunnah mutlak akan menuntun kita kepada kelurusan beragama dan berjalan menghantarkan kita kepada cita-cita tertinggi, yaitu mencintai Allah.

Jangan terlalu mengikuti hawa nafsu dan kesenangan dunia!

”Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang beriman. Padahal orang-orang yang bertaqwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat…”

(QS. Al Baqrah [2]: 212)

”Surga itu dikelilingi dengan kebencian-kebencian hawa nafsu, sedangkan neraka itu dikelilingi oleh kesenangan-kesenangan hawa nafsu.” (HR. Muslim)

Kesimpulan

Sesungguhnya jalan untuk mencintai Allah sangatlah banyak, tidak terbatas pada hal-hal di atas. Hal yang terpenting adalah bagaimana kita menempuh jalan-jalan itu dengan hati yang ikhlas karena ingin mencapai cinta Allah. Allah tidak akan sia-sia kepada hamba yag ingin mendekat ke hadiratNya. Simaklah hadits berikut;

Muslim meriwayatkan dari Abu Dzar Ra., ia berkata bahwa Nabi Saw. : “Allah Swt berfirman: ‘Barangsiapa yang mengerjakan 1 kebaikan, maka pahalanya dilipatkan 10 kalinya bahkan Aku lebihkan dari itu. Barangsiapa yang mengerjakan 1 keburukan, maka balasannya hanyalah setimpal dengannya bahkan Aku akan mengampuninya. Barangsiapa menekatkan padaKu sejengkal, niscaya Aku akan mendekat kepadaNya sehasta dan barangsiapa mendekat kepadaKu sehasta, niscaya Aku mendekat keoadanya sedepa. Barangsiapa yang datang kepadaKu dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari. Barangsiapa yang datang menghadapKu dengan memikul dosa sepenuh bumi dengan tanpa menyekutukanKusedikitpun, maka Aku akan menemuinya dengan memberikan ampunan yang sepadan dengan banyaknya dosa itu’”

Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Umar Ra., ia berkata: “Pernah sekumpulan tawanan dihadapkan kepada Rasulullah SAW. Ketika ada seorang tawanan wanita diantaranya, tiba-tiba wanita tadi menemukan seorang bocah kecil (anaknya yang semula lepas dari pelukannya), lalu ia menggendongnya dan disusuinya. Melihat kejadian itu, Rasulullah bersabda kepada para sahabat: ‘Bagaimana menurut kalian, mungkinkah wanita itu tega mencampakkan anaknya ke dalam kobaran api?’ Para sahabat menjawab: ‘Tidak, demi Allah. Beliau lalu bersabda: ‘Sungguh, kasih sayang Allah kepada hamba-Nya jauh lebih besar dari pada kasih sayang wanita itu kepada anaknya.’

Jadi, apakah mungkin Allah akan selalu ‘cuek’ pada seorang hamba yang selalu ingin dan berusaha mencintainya? Padahal pada dasarnya cinta kasih Allah itu sendiri telah jauh-jauh hari diberikan pada seluruh umat?! Mari belajar mencintai Allah. Walllahualam.

No comments:

Post a Comment